selamat datang di blog saya DESRI ASTRIYANI Get Gifs at CodemySpace.com Get Gifs at CodemySpace.com selamat datang di blog saya DESRI ASTRIYANI, terimakasih atas kunjungannya

Kamis, 01 Desember 2011

Sifat malu berlebihan cikal bakal depresikah ?


 

Oleh Sawitri Supardi Sadarjoen


 

Sifat malu-malu

Sifat malu-malu merupakan ekspresi rasa kurang aman dan kurang nyaman, merasa diri terancam, kurng yakin diri, kurang percaya diri yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

  • Pola asuh yang cenderung menmpatkan anak sebagai sosok tidak mampu, kurang dihargai eksistensinya, kurang didengar, dituntut berlebihan, dilecehkan berlebihan bila berbuat salah, an sebagainya.
  • Kedua orang tua sering bertengkar keras di depan anaknya sehingga membuat anak ketakutan, baik oleh kemungkinan terjadinya perceraian kedua orang tuanya atau oleh kemungkinan terjadi konflik fisik antar kedua orangtua. Apalagi, kalaukemungkinan anak menjadi tumpuan pelampiasan kemarahan/pertengkaran antar kedua orang tua.
  • Larangan yang keras pada anak saat anak melakukan aktivitas fisik apapun dengan dalih menjaga keselamatan fisik anak. Hal itu menjadi anak tidak berani beraktivitas secara kreatif.
  • Keyakinan bahwa anak yang beraktivitas analog dengan "nakal, dan anak yang diam analog dengan anak "manis"menghambat dorongan anak mencoba sesuatu yang datang ari dalam diri anak.
  • Orang tua tidak mendengar keluhan anak sehingga anak merasa tidak didukung bila menghadapi lingkungan baru yang menbuatna kurang nyaman dan kurang aman.

Dinamika sifat malu dan depresi

Sifat malu berlebihan akan membuat anak mengalami hambatan sosialisasi. Ia menjadi tidak mampu bergaul dan enggan berupaya dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan pergaulannya. Ia menjadi penyendiri,tidak mampu bergaul dan bahkan akan lebih suka menghindari pergaulan dengan sesamanya.

Kesendirinan sbagai akibat menungkatnya rasa kesepian yang dihayati anak. Sunyi, sepi, sendiri akan meningkat dan membuka peluang bagi berkembangnya depresi pada seseorang yang ditandai rasa sedih, murung, kehilangan gairah dalam beraktivitas, secara berkelanjutan.

Peningkatan taraf ekstrem depresi tersebut akan diikuti perasaan ditolak yang membuatnya bertambah enggan memulai sosialisasi. Kondisi emosi negatif ini akan bertambah parah dengan meningkatnya rasa bersalah karena terbiasa. Menyalahkan diri sendiri dan pikirannya didominasi pikiran dan ersaan dirinya adalah sosok seorang yang "melempem", tidak berguna, tidak layak hidup, dsb.

Depresi kronis macam ini, pada saat kondisi kekuatan ego semakin melemah, akan diikuti halusinasi auditif (mendengar suara tidak jelas di telinga). Umumnya, ia pun akan lebih suka duduk menyendiri, merenungi kesalahan yang ia yakini, dan tidak mampu berharap apapun akan masa depannya.


 

Solusi

Untuk kasus seperti di atas, dibutuhkan program psikoterapi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi penderita depresi yang penanganannya dilakukan oleh psikoterapis profesional. Selain itu yang perlu diperhatika semua orangtua adalah lebih baik mencegah daripada mengobati.